Selasa, 19 April 2011

Waaahhh.. Film Lumpur Lapindo Diputar Di Amerika


Pembuat film dokumenter Immodicus SA meluncurkan film tentang bencana lumpur yang terjadi di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Diputar perdana pada Jumat (13/11) malam di Scottsdale, Arizona, Amerika Serikat, film berjudul “Mud Max - An Investigation on the Sidoardjo Mud Volcano Disaster” merupakan hasil kerjasama Immodicus dengan Arizona State University School of Earth and Space Exploration.

Ahli vulkanologi di School of Earth and Space Exploration, Arizona State University, Amanda Clarke menyatakan, gunung lumpur Sidoarjo menjadi masalah karena terjadi di tempat berpopulasi padat. "Jika terjadi di Texas yang tak berpopulasi, ini mungkin tidak masalah," kata dia dalam film itu.

Meski sudah memakan banyak korban, penyebab bencana lumpur itu masih "gelap". Dalam soal ini, para ahli berpendapat dalam dua kubu. "Kubu yang menyatakan bahwa pemicunya gempa Yogyakarta yang terjadi dua hari sebelum lumpur keluar, dan yang mengatakan bencana itu akibat kesalahan pengeboran di sumur Banjar Panji 1," ujar ahli geologi dari Australia,Mark Tingay, yang pendapatnya juga ditayangkan dalam dokumenter tersebut.

Sutradara Mud Max, Chris Fong sengaja menayangkan argumen kedua kubu. "Kedua pendapat kami beri tempat," ujarnya sebelum peluncuran film itu. Kubu "human error" di antaranya diwakili pakar teknik perminyakan Institut Teknologi Bandung, Rudi Rubiandini, dan Kubu "gempa bumi" diwakili ahli gunung lumpur dan geolog dari Universitas Oslo, Adriano Mazzini.

Kedua kubu terakhir berdebat di Cape Town pada pertengahan 2008. Waktu itu, melalui voting untuk menilai presentasi kedua kubu, sebagian besar geolog pada pertemuan tersebut lebih cenderung untuk meyakini penyebab bencana adalah kesalahan pengeboran. Namun, voting ini belakangan dibatalkan.

Lumpur panas itu muncrat pertama kali dari bawah Porong, sekitar 200 meter di barat daya sumur sumur eksporasi gas dan minyak Banjar Panji 1 milik Lapindo Brantas Inc. pada 29 Mei 2006. Hingga pertengahan tahun ini, bencana itu telah mengakibatkan setidaknya 50 ribu jiwa kehilangan 10 ribu rumah. Mereka adalah penduduk di 12 desa di tiga kecamatan (kira2 klo di Amrik sono istilah kecamatan apa yach .....hehehe...).

Kerugian akibat bencana itu ditaksir sekitar Rp 45 triliun per tahun. Menurut dosen ekonomi Universitas Airlangga, Tjuk Kasturi Sukiadi yang melakukan penghitungan tersebut, angka itu berdasarkan akumulasi hilangnya aset warga, potensi pendapatan, kerugian akibat rusaknya infrastruktur, dan lumpuhnya transportasi.

"Lumpur itu bahkan memperlambat denyut perekonomian Provinsi Jawa Timur, sebab 40 persen pergerakan ekonomi di provinsi ini ternyata melalui Porong,” kata dia.

Menurut Fong, motif pembuatan film ini melulu urusan karya profesional. "Agar menang di festival," kata dia. Ini juga bisnis. Menurut pembuat lima film tentang Indonesia ini, bencana lumpur di Sidoarjo telah menjadi bahan pembicaraan dan salah satu fenomena geofisika paling menarik di dunia.

Mazzini membenarkan pendapat Fong. Fenomena gunung lumpur ini penting bagi ilmu pengetahuan karena peristiwanya terekam sejak awal. "Kebanyakan fenomena gunung lumpur hanya teramati saat sudah dorman," kata dia dalam film itu.

Fong, sutradara serial dokumenter "Ring of Fire: An Indonesian Odyssey" dan "National Geographic: Seconds from Disaster" mengungkapkan, untuk mengeksplorasi fakta dan mengurai isu-isu ilmiah, ekonomi, kemanusiaan serta politik dari fenomena ini, ia melibatkan para peneliti, ahli geologi, hingga ahli pengeboran.

Tak heran jika film berdurasi 47 menit yang dilengkapi animasi grafik komputer itu membutuhkan waktu produksi selama 27 bulan. Fong mengungkapkan, saat ini film tersebut sedang ditawar National Geographic.


sumber : tempo interaktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar